Aku yang dalam keadaan tak biasa
Sekian lama bermasalah dengan rasa
Lalu kutengok kanan kiri mata
Sayang, tak kutemukan manusia untuk cerita
Bukan ku lelah mengadu padaMu, Tuhan
Bukan pula ku hilang percaya atas doa kupanjatkan
Apalagi memilih melenggang meninggalkan pertemuan kita di tengah malam
Sungguh, aku hanya rindu tangan kananMu, Tuhan
Manusia, yang tanpa restunya tak kan Kau indahkan kehidupan
Wanita, yang tanpa ridhonya tak kan Kau berikan kemudahan
Perempuan, yang tanpa ijinnya tak kan Kau menguatkan
Rindu ini melemahkan
Membuatku kembali menimbang
Sanggup kah jika akhirnya kubuat ia khawatir karena rantauku terlampau jauh?
Duh! Ibu.. aku tengah membicarakanmu.
Ibu, kau tahu..
Aku tengah berurusan dengan cinta
Yang belum kutahu bagaimana akhirnya
Sudikah kau peluk aku?
Jadikan kehangatanmu sebagai penawar duka
Akan kepastian yang tak kunjung jua
Ibu,
Aku rindu..
Barang bercengkrama, mengungkap bahwa ku ingin bersama
Dengan ia yang tengah dalam ikhtiar menggapai cita, juga cinta (sepertinya)
Ibu, bolehkah kuakhiri masa di Ibukota?
Lalu kembali menikmati riuh tawa bersama?
Sebelum akhirnya aku resmi menjadi dewasa
Dan membangun keluarga
Ibu, Februari menjadi puncakku memendam rasa
Tiga minggu tak bersua meski dalam suara
Sekian bulan tak saling pandang mata
Ah, Ibu! Bantu aku lalui Februari secepatnya
Sungguh, lelah kulaluinya..
Ibu.. Kumohon sehat lah selalu!
Karena rinduku, belum berlalu..
Jakarta, 7 Februari 2017
11.40 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment