Ada
yang pernah bekerjasama dengan banyak orang secara baik selama
berbulan-bulan tanpa pernah sekali pun bertemu sebelumnya? Kurasa aku hanya
satu dari sekian banyak yang pernah mengalaminya. Ijinkan aku bercerita tentang
mereka yang kusebut bukan makhluk biasa.
Maret
lalu, seorang perempuan yang ‘agak gila’ sepertinya iseng untuk menawariku
bergabung dengan sebuah komunitas yang dulu hanya sekedar pernah kudengar
namanya. Aku yang saat itu tengah haus dengan kesibukan di luar pekerjaan
formal, membuatku segera meneguk habis agar kembali bugar. Sempat bertanya pada
orang yang kupercaya, ia bilang programnya keren, sekaligus mengingatkan untuk
tidak meninggalkan program lama yang sudah kami jalankan bersama. Berbekal informasi
itu lah akhirnya aku memulai perjalanan bersama manusia-manusia gila lainnya.
Tak
lama dari itu, ak disuguhi beberapa dokumen untuk ditelaah agar bisa segera
mengerti dan mendalami. Aku yang sepertinya sudah lama meninggalkan cara belajar
secara cepat terpaksa harus kembali belajar bagaimana harus gesit dalam menelan
butiran materi. Program ke-6 yang saat itu sudah setengah jalan menjadi sebuah
program unggulan, GMB SICT; Sekolah Bandéra namanya! Sebuah program untuk 5
anak kampung tak kaya dari Bondowoso yang terpilih untuk dan akan melanjutkan
pendidikan menengah kejuruan di Kota Malang. Sebulan berlalu, aku menjadi
bagian dari mereka bersama para volunteer lainnya. Dengan mempercayai diri yang
kemudian dipercaya oleh mereka, aku lalu memutuskan untuk bercuap di media Bandéra.
Sama sekali tanpa paksa, aku pun bergabung juga dengan mereka yang selanjutnya
disebut sebagai para Mentor agar selalu sejalan dengan setiap postingan. Di sini
lah aku semakin percaya, cinta tak melulu berawal dari mata.
Kami
ber-14 dengan semangat lebih dari 41. Dari 14 orang tersebut, aku hanya
benar-benar mengenal 1 orang saja, Devi Elsa Pratiwi, itu pun dengan komunikasi
yang sangat terbatas dan pertemuan yang tak mudah ditentukan. Selebihnya aku
hanya tahu nama mereka yang kemudian berubah menjadi mengenal dan menyukai
mereka. Jangankan bertemu, berharap untuk bertemu saja sepertinya butuh waktu, dana,
dan rencana yang tak mentahan. Pasalnya, kami terpisah kota, bahkan provinsi. Yes!
Mereka tidak di Jakarta, volunteer-volunteer ini di Bondowoso dan Malang. Kami hanya
bermodal sebuah group Line untuk bertukar sapa dan cerita, tentang apa pun,
entah yang berkaitan dengan Bandéra atau gurauan semata. Sejak 5 Pasukan Bandéra
meninggalkan kampung mereka untuk mendaftarkan diri ke SMK di Malang, intensitas
kita semakin bertambah. Ratusan chat memenuhi pemberitahuan, gelak tawa ada
diantara kita, cela dalam canda sering kali menambah riuh, tapi jangan ditanya
bagaimana kinerja mereka. Pernah mereka membuatku menganga, selama 5 hari
penuh, saat bulan puasa, mereka meluangkan waktu, bahkan bisa dikata
memprioritaskan waktu untuk menemani Pasukan Bandéra mengurus pemberangkatan dari Bondowoso ke Malang, pendaftaran sekolah,
tempat tinggal mereka di Malang, mengajak rekreasi untuk mulai mengenal Malang,
menjadi dokter untuk salah satu pasukan Bandéra yang sedang tak sehat, hingga
tuntas terbayar saat pengumuman tiba. Meski tak berada di sana, aku merasakan senyum
dan tawa bahagia mereka ketika 5 Pasukan Bandéra diterima di setiap sekolah
yang mereka incar, beberapa diantaranya bahkan menduduki peringkat teratas.
Berlanjut, ketika mereka harus pontang-panting mencari tempat kos untuk para
pasukan, jika 1 volunteer menyatakan tak bisa, yang lain akan dengan tenang
bersedia untuk menggantikannya. Tak ada perhitungan tentang tugas yang
dilaksanakan, Ibu presiden kami pun tak pernah memaksa kami untuk mengerjakan
sesuatu. Tapi dengan tegas menampar kami dengan komitmen yang dipertanyakan. Pernah
aku begitu terharu, ketika aku memperhatikan perbincangan mereka tentang salah
satu Pasukan Bandéra. Diskusi itu hangat meski mereka tak satu pendapat. Aku
tak mau lagi gengsi untuk membiarkan mataku basah, tersedu aku melihat
perjuangan mereka. Sampai saat ini aku masih bertanya, mereka ini bukan siapa-siapanya,
toh tak ada jaminan bahwa kelima anak itu tidak akan mengecewakan. Bayaran gak
ada, malah mereka yang siang-malam sepertinya memikirkan dana agar anak-anak
itu bisa terus mengenyam pendidikan. adik bukan, saudara juga bukan, orang
tuanya saja belum tentu memikirkan, nah mereka? Sok-sokan memberikan banyak
bagian dari hidup mereka untuk mewujudkan kebaikan? Jika tak ada iman dalam
diriku, mungkin aku tak sepenuhnya percaya mereka benar-benar tulus
melakukannya. Beruntung, Tuhan membuktikan bahwa kuasaNya itu selalu ada, termasuk
menciptakan manusia-manusia yang dalam dirinya memikirkan makhluk lainnya, bukan
semata mengenyangkan perutnya. Ternyata, orang-orang baik itu memang masih ada,
mereka berkeliaran tanpa harus meneriakkan diri atas apa yang sudah dilakukan. Berkali-kali
aku mengutuk diri, rasa syukur yang harusnya kupanjatkan justru seringkali
menjadi keluhan. Malu!
Aku
tak sempat merasa asing diantara mereka, bukan karena tak ada waktu, tapi
karena sebelum aku mencoba mengakrabkan diri, mereka lebih dulu merangkulku. Jangankan
sungkan untuk mengajak bercanda, baru berniat untuk memulainya saja mereka
sudah lebih dulu menggoda. Aku mendapat banyak ilmu tanpa harus bertemu! Belum bertemu
saja aku jatuh cinta, apalagi jika kesempatan itu ada?! Ijinkan aku terus
menjadi pembelajar yang baik, yang bisa dengan tulus seperti kalian dalam
berbuat kebaikan, yang sama-sama berharap untuk mengikis pamrih di setiap
perbuatan, yang tetap menjalankan prioritas tanpa mencurangi berbagai
kepentingan, dan yang rela mengurangi banyak waktu istirahat untuk menjalankan
hal berharga lainnya.
Teruntuk
perempuan ‘kurang waras’ yang mungkin saja dulu tak sengaja mengajakku
bergabung, aku tak mau berterima kasih, karena tahu tak kan banyak pengaruh. Kau
hanya perlu tau, kau telah membantu seseorang untuk menghargai kehidupan. Jikalau
nanti mulai terselip penyesalan telah mengenalkanku pada mereka, aku bersedia
diingatkan meski dengan tamparan. Lekas sehat!
Jakarta, 31 Juli 2016..
Jakarta, 31 Juli 2016..
Salam berbagi,
Seorang Pembelajar yang Berusaha Menghargai Setiap Proses Kehidupan
1 comments:
Terharu, tersentuh sangat! Jauh dari nilai materi GMB-SICT dapat tulisan ini, menambah keyakinan bahwa manfaat upaya kami, kitaaaaa (Mumu) mulai muncul & berdampak. Terima kasih, hangat ku membacanya 😇
Post a Comment