It's my life...



-Cinta yang Tak Berawal dari Mata-

Sunday, July 31, 2016


Ada yang pernah bekerjasama dengan banyak orang secara baik selama berbulan-bulan tanpa pernah sekali pun bertemu sebelumnya? Kurasa aku hanya satu dari sekian banyak yang pernah mengalaminya. Ijinkan aku bercerita tentang mereka yang kusebut bukan makhluk biasa.

Maret lalu, seorang perempuan yang ‘agak gila’ sepertinya iseng untuk menawariku bergabung dengan sebuah komunitas yang dulu hanya sekedar pernah kudengar namanya. Aku yang saat itu tengah haus dengan kesibukan di luar pekerjaan formal, membuatku segera meneguk habis agar kembali bugar. Sempat bertanya pada orang yang kupercaya, ia bilang programnya keren, sekaligus mengingatkan untuk tidak meninggalkan program lama yang sudah kami jalankan bersama. Berbekal informasi itu lah akhirnya aku memulai perjalanan bersama manusia-manusia gila lainnya.

Tak lama dari itu, ak disuguhi beberapa dokumen untuk ditelaah agar bisa segera mengerti dan mendalami. Aku yang sepertinya sudah lama meninggalkan cara belajar secara cepat terpaksa harus kembali belajar bagaimana harus gesit dalam menelan butiran materi. Program ke-6 yang saat itu sudah setengah jalan menjadi sebuah program unggulan, GMB SICT; Sekolah Bandéra namanya! Sebuah program untuk 5 anak kampung tak kaya dari Bondowoso yang terpilih untuk dan akan melanjutkan pendidikan menengah kejuruan di Kota Malang. Sebulan berlalu, aku menjadi bagian dari mereka bersama para volunteer lainnya. Dengan mempercayai diri yang kemudian dipercaya oleh mereka, aku lalu memutuskan untuk bercuap di media Bandéra. Sama sekali tanpa paksa, aku pun bergabung juga dengan mereka yang selanjutnya disebut sebagai para Mentor agar selalu sejalan dengan setiap postingan. Di sini lah aku semakin percaya, cinta tak melulu berawal dari mata.

Kami ber-14 dengan semangat lebih dari 41. Dari 14 orang tersebut, aku hanya benar-benar mengenal 1 orang saja, Devi Elsa Pratiwi, itu pun dengan komunikasi yang sangat terbatas dan pertemuan yang tak mudah ditentukan. Selebihnya aku hanya tahu nama mereka yang kemudian berubah menjadi mengenal dan menyukai mereka. Jangankan bertemu, berharap untuk bertemu saja sepertinya butuh waktu, dana, dan rencana yang tak mentahan. Pasalnya, kami terpisah kota, bahkan provinsi. Yes! Mereka tidak di Jakarta, volunteer-volunteer ini di Bondowoso dan Malang. Kami hanya bermodal sebuah group Line untuk bertukar sapa dan cerita, tentang apa pun, entah yang berkaitan dengan Bandéra atau gurauan semata. Sejak 5 Pasukan Bandéra meninggalkan kampung mereka untuk mendaftarkan diri ke SMK di Malang, intensitas kita semakin bertambah. Ratusan chat memenuhi pemberitahuan, gelak tawa ada diantara kita, cela dalam canda sering kali menambah riuh, tapi jangan ditanya bagaimana kinerja mereka. Pernah mereka membuatku menganga, selama 5 hari penuh, saat bulan puasa, mereka meluangkan waktu, bahkan bisa dikata memprioritaskan waktu untuk menemani Pasukan Bandéra mengurus pemberangkatan  dari Bondowoso ke Malang, pendaftaran sekolah, tempat tinggal mereka di Malang, mengajak rekreasi untuk mulai mengenal Malang, menjadi dokter untuk salah satu pasukan Bandéra yang sedang tak sehat, hingga tuntas terbayar saat pengumuman tiba. Meski tak berada di sana, aku merasakan senyum dan tawa bahagia mereka ketika 5 Pasukan Bandéra diterima di setiap sekolah yang mereka incar, beberapa diantaranya bahkan menduduki peringkat teratas. Berlanjut, ketika mereka harus pontang-panting mencari tempat kos untuk para pasukan, jika 1 volunteer menyatakan tak bisa, yang lain akan dengan tenang bersedia untuk menggantikannya. Tak ada perhitungan tentang tugas yang dilaksanakan, Ibu presiden kami pun tak pernah memaksa kami untuk mengerjakan sesuatu. Tapi dengan tegas menampar kami dengan komitmen yang dipertanyakan. Pernah aku begitu terharu, ketika aku memperhatikan perbincangan mereka tentang salah satu Pasukan Bandéra. Diskusi itu hangat meski mereka tak satu pendapat. Aku tak mau lagi gengsi untuk membiarkan mataku basah, tersedu aku melihat perjuangan mereka. Sampai saat ini aku masih bertanya, mereka ini bukan siapa-siapanya, toh tak ada jaminan bahwa kelima anak itu tidak akan mengecewakan. Bayaran gak ada, malah mereka yang siang-malam sepertinya memikirkan dana agar anak-anak itu bisa terus mengenyam pendidikan. adik bukan, saudara juga bukan, orang tuanya saja belum tentu memikirkan, nah mereka? Sok-sokan memberikan banyak bagian dari hidup mereka untuk mewujudkan kebaikan? Jika tak ada iman dalam diriku, mungkin aku tak sepenuhnya percaya mereka benar-benar tulus melakukannya. Beruntung, Tuhan membuktikan bahwa kuasaNya itu selalu ada, termasuk menciptakan manusia-manusia yang dalam dirinya memikirkan makhluk lainnya, bukan semata mengenyangkan perutnya. Ternyata, orang-orang baik itu memang masih ada, mereka berkeliaran tanpa harus meneriakkan diri atas apa yang sudah dilakukan. Berkali-kali aku mengutuk diri, rasa syukur yang harusnya kupanjatkan justru seringkali menjadi keluhan. Malu!

Aku tak sempat merasa asing diantara mereka, bukan karena tak ada waktu, tapi karena sebelum aku mencoba mengakrabkan diri, mereka lebih dulu merangkulku. Jangankan sungkan untuk mengajak bercanda, baru berniat untuk memulainya saja mereka sudah lebih dulu menggoda. Aku mendapat banyak ilmu tanpa harus bertemu! Belum bertemu saja aku jatuh cinta, apalagi jika kesempatan itu ada?! Ijinkan aku terus menjadi pembelajar yang baik, yang bisa dengan tulus seperti kalian dalam berbuat kebaikan, yang sama-sama berharap untuk mengikis pamrih di setiap perbuatan, yang tetap menjalankan prioritas tanpa mencurangi berbagai kepentingan, dan yang rela mengurangi banyak waktu istirahat untuk menjalankan hal berharga lainnya.

Teruntuk perempuan ‘kurang waras’ yang mungkin saja dulu tak sengaja mengajakku bergabung, aku tak mau berterima kasih, karena tahu tak kan banyak pengaruh. Kau hanya perlu tau, kau telah membantu seseorang untuk menghargai kehidupan. Jikalau nanti mulai terselip penyesalan telah mengenalkanku pada mereka, aku bersedia diingatkan meski dengan tamparan. Lekas sehat!

Jakarta, 31 Juli 2016..

Salam berbagi,
Seorang Pembelajar yang Berusaha Menghargai Setiap Proses Kehidupan

1 comments:

Unknown said...

Terharu, tersentuh sangat! Jauh dari nilai materi GMB-SICT dapat tulisan ini, menambah keyakinan bahwa manfaat upaya kami, kitaaaaa (Mumu) mulai muncul & berdampak. Terima kasih, hangat ku membacanya 😇

Post a Comment