It's my life...



Kartini Tidak Korupsi

Saturday, April 21, 2012




Bung Karno berkata: “Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Menghargai jasa para pahlawannya”.

Menjadi hal yang wajar apabila setiap peringatan hari besar selalu ada perayaan yang meriah dan istimewa.  Tidak sedikit peringatan hari besar di Indonesia yang dinanti dan diperingati dengan antusias oleh masyarakat. Salah satunya tentu saja peringatan hari pahlawan yang telah berjasa bagi para perempuan di Indonesia, yaitu hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April.

Hari kartini tidak hanya diperingati dengan melaksanakan upacara dan mengenakan pakaian adat Jawa Tengah atau kebaya. Berbagai perlombaan seperti membaca dan menulis surat Kartini, keluwesan pidato serta perlombaan-perlombaan lain yang berbau perempuan senantiasa memeriahkan peringatan hari Kartini setiap tahunnya. Alasannya sederhana, untuk menghargai dan mengenang jasa Kartini. Dengan melaksanakan lomba-lomba tersebut, generasi muda di zaman sekarang secara tidak langsung akan mempelajari tentang sejarah Kartini. Namun , dibalik kemeriahan peringatan hari Kartini, apakah masyarakat khususnya perempuan Indonesia mampu memaknai dan mengimplementasikan perjuangan Kartini dengan baik?
Kartini sendiri  adalah seorang putri yang dilahirkan dari keluarga priyayi atau kelas bangsawan Jawa yang lahir pada 21 April 1879. Ia juga terkenal dengan karyanya ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Ia gigih memperjuangkan persamaan hak dan derajat antara laki-laki dan perempuan pada masanya. Ia adalah sosok perempuan yang berhasil merubah keadaan perempuan dizamannya sehingga membuat perempuan mendapatkan kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para pria, seimbang dengan kemampuannya.
Hasil dari perjuangan emansipasi Kartini hingga saat ini masih mampu dirasakan secara langsung oleh perempuan-perempuan Indonesia. Mereka tidak lagi hanya berdiam diri di rumah dan menggantungkan hidupnya pada suami, namun mereka sudah berhasil mengikuti apa yang Kartini lakukan dimasanya. Sebut saja ibu Megawati Soekarno Putri, Presiden Indonesia kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan perempuan yang berhasil menjadi presiden wanita pertama di Indonesia. Selain itu ada juga Sri Mulyani Indrawati, perempuan sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Beliau juga pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets di Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Keberhasilan mereka tidak terlepas dari ilmu dan kecerdasan yang mereka miliki. Selain itu mereka juga mengimplementasikan ilmu mereka dibidangnya masing-masing, sehingga perempuan tak lagi dianggap sebagai makhluk lemah pengurus rumah.
Namun di sisi lain, penyalahgunaan emansipasi Kartini juga kerap kali masih terjadi. Penyalahgunaan dalam konteks ini adalah emansipasi yang kebablasan. Perempuan yang sudah mempunyai kebebasan untuk berkarya namun disalahgunakan untuk hal-hal negatif, bahkan yang melanggar hukum. Miris rasanya melihat pemberitaan di media mengenai kasus-kasus perempuan yang marak  akhir-akhir ini. Dari kasus yang agak lama, ada Nunun Nurbaeti dan Miranda S Goeltom yang sama-sama terlibat kasus korupsi terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior bank Indonesia (DGS BI). Dideretan selanjutnya ada Melinda Dee, perempuan cantik yang menjadi terdakwa kasus tindak pidana perbankan dan pencucian uang ini akhirnya dijatuhi vonis hukuman 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 10 Miliar sebagai ganjaran atas perbuatannya. Masih berbicara soal kasus korupsi dan perempuan, media mencatat mantan Putri Indonesia tahun 2001. Angelina Sondakh ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap wisma atlet. Ironis memang, perempuan-perempuan diatas sejatinya adalah sosok yang pantas untuk diteladani. Mereka adalah perempuan-perempuan terpandang dengan latar belakang pendidikan dan karir yang cukup baik di negeri ini. Namun disisi lain, mereka menjadi bahan perbincangan yang sangat panas akibat ulah mereka sendiri. Masyarakat seolah menganggap mereka tak lebih dari orang-orang perusak moral bangsa sekaligus penghancur negara.
Korupsi memang tak pernah memandang seksualitas, baik laki-laki maupun perempuan apabila melakukan tindakan korupsi akan tetap dianggap salah dan melanggar hukum. Namun permasalahan yang muncul akhir-akhir ini adalah banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh Hal ini seolah menjadi euforia yang semakin membooming, khususnya di Indonesia.
Padahal, hasil riset Bank Dunia tahun 1999 oleh Development Research Group/Poverty Reduction and Economic Management Network menemukan kenyataan bahwa menurunnya tingkat korupsi bersamaan dengan kian meningkatnya jumlah perempuan di tingkat parlemen nasional. Riset tersebut menjadi dasar bagi Bank Dunia untuk merekomendasikan agar semua negara memberikan peluang yang lebih besar bagi perempuan menduduki jabatan di pemerintahan dan parlemen karena keberadaan mereka berpotensi untuk menurunkan tingkat korupsi (Neta S Pane, 2011).
Menilik kembali beberapa kasus perempuan di atas, apakah tindakan para perempuan dizaman sekarang sudah benar? Atas dasar emansipasi mereka melakukan tindakan diluar kendali, hingga berbuntut pada merosotnya nilai-nilai positif emansipasi perempuan yang telah Kartini perjuangkan. Kartini memang mengajarkan bagaimana ia dengan gigih memperjuangkan perempuan untuk mendapatkan hak setara dengan laki-laki di dunia pendidikan maupun karir. Namun bukan berarti dengan persamaan hak tersebut membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab. Bahkan Kartini tak pernah sekalipun mengajarkan perempuan untuk gigih memperjuangkan nafsu semata untuk mengejar kekuasaan, kehidupan yang enak dan serba mewah. Apalagi jika hal tersebut dilakukan dengan melanggar hukum dan kaidah bangsa.
Peringatan hari Kartini seharusnya tidak hanya sebagai momentum untuk mengingat perjuangan Kartini, nemun lebih menjadi wujud untuk memaknai hari tersebut. Banyak Kartini masa kini yang mampu dijadikan inspirasi dan teladan masyarakat. Namun banyak pula yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai juang Kartini. Sebagai bagian dari masyarakat, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan nilai-nilai luhur yang Kartini ajarkan, lalu menerapkannya untuk membawa perubahan yang berarti menuju arah yang lebih baik, bukan sebaliknya.

0 comments:

Post a Comment